Anak Kecil Dalam Diri Orang Dewasa
(Mengapa Orang Dewasa Berperilaku Seperti Anak-Anak ?)
(Mengapa Orang Dewasa Berperilaku Seperti Anak-Anak ?)
Ditulis Rina Ambarita
Menurut Coach Yusa seorang Theraphy Innovation (2019) mendefiniskan inner child adalah bagian dalam jiwa anda yang masih mempertahankan kepolosan kreativitas, kekaguman, dan keajaiban hidup, secara harafiah, inner child anda adalah jiwa kanak-kanak yang hidup di dalam anda – di dalam jiwa anda. Lalu kenapa termasuk sub kepribadian ? Virginia Satir (dalam Rueffler, 2006) menyebut subkepribadian sebagai “Wajah Saya Yang Beragam” dan melihat mereka sebagai bagian-bagian dari kepribadian kita yang saling bergantung satu sama lain. Jenis-jenis subkepribadian yang dapat eksis di dalam diri setiap orang dapat memiliki keragaman, termasuk di dalamnya “inner child, ”inner mother,” “inner father,” “biarawan,” “korban,” “mistik,” “si penakut,” dan lain-lainnya (Prabowo, 2008).
Merriam (dalam Rueffler, 2006) mengkaitkan asal-muasal dari subkepribadian pada perkembangan awal masa kanak-kanak dan ketidakmampuan untuk mengintegrasikan “hubungan antar objek”. Ia mempelajari secara rinci terpisahnya ciri-ciri positif dan negative subkepribadian dan menyimpulkan bahwa mungkin tidak ada satupun dari subkepribadian yang tidak terlahir karena trauma pada masa awal. Artinya setiap dari kita pernah mengalami luka yang mendalam pada masa kanak-kanak. Misalnya saja masa kanak-kanak yang dicakar kucing sehingga takut dengan kucing, mengalami pelecehan seksual, kekerasan dari orang tua dan sebagainya.
Dalam ilmu Psikologi manusia akan mengalami 7 fase masa perkembangan yaitu masa perkembangan dalam kandungan, perkembangan masa bayi, perkembangan masa awal anak-anak, masa anak-anak, masa remaja , masa dewasa dan masa tua (Jahja, 2011). Inner child kita terbentuk dari usia 0 sampai 5 tahun yaitu pada masa perkembangan bayi dan masa perkembangan awal anak-anak, namun inner child akan berdampak seluruhnya pada kepribadian di usia 5 tahun selanjutnya hingga masa tua.
Inner child di ilustrasikan seperti seorang anak bernama danu yang sangat periang dan berprestasi. Danu tinggal bersama ayahnya, ketika danu ingin menunjukkan piala yang ia raih dari lomba melukis kepada ayahnya, respon ayahnya acuh tak acuh bahkan sering kali meminta danu pergi. Ketika danu menangis karena di ejek oleh teman-temanya disekolah ayah malah memaharahinya karena terlalu cenggeng. Ketika danu ingin menari agar ayahnya senang, ayah meminta danu tidak banyak beraktivitas. Dari sebagian peritiwa yang dialami danu terbentuk inner chil yang terluka dan berdampak pada usia dewasa. Saat berusia dewasa danu menjalin hubungan dengan seorang wanita, inner child danu yang teluka berakibatkan pada perilaku danu yang berlebihan agar mendapat perhatian dari kekasihnya, karena inner child tersebut membuat hubungan danu menjadi berantakan kekasinya selalu merasa tidak nyaman dengan perilaku danu yang berlebihan.
Bagaiamana kita mengetahui inner child kita ? Dinda Septiani, seorang Psikolog anak dalam acara ‘Speak Up’ di Selaras Fakultas Psikologi Universitas Abdurrab Pekanbaru, Jumat (26/04/2019) menyampaikan metode sederhana untuk mengetahui inner child adalah peristiwa masa lalu yang memunculkan berlebihan dalam tingkah laku saat ini. Untuk menemukan ini kita di ajak untuk refleksi dan berkomunikasi kepada diri sendiri, perilaku apa yang berlebihan yang asalnya dari peristiwa masa lalu. Psikolog Dinda Septiani juga memberi cara agar dapat bersahabat dengan Inner child yaitu kenali dan terima, memaafkan, komunikasi dengan inner child.
Dari paparan diatas saya menyimpulkan bahwa inner child sama dengan anak kecil dalam diri orang dewasa. Anak kecil yang kita gambarkan sebagai kepolosan, vulnerable, angry, creative, playful child, dan spritual child. Inner child yang terbentuk dari usia 0-5 tahun merupakan kepribadian kita sekarang. Seperti di sampaikan oleh Merriam bahwa setiap dari kita pernah mengalami luka mendalam pada masa kanak-kanak yang kita biasa sebut luka batin. Jadi batin anak, apakah sehat atau terluka, sangat mempengaruhi ekspresi diri kita secara keseluruhan di dunia (Firman dan Ann Russel, 1994). Nah kenapa orang dewasa dapat berperilaku seperti anak-anak ? orang dewasa ini tidak mengetahui bahwa batin anak atau inner child sedang terluka mendalam dan berdampak berkepanjangan. Inner child sering terjadi karena kelalaian orang tua dalam pola asuh, pengabaian terhadap kebutuhan-kebutuhan anda di masa perkembangan anak-anak seperti pengabaian fisik, pengabaian emosi dan pengabaian psikologis. Selain itu inner child juga terbentuk karena pengaruh lingkungan yang kamu terima.
Apakah kita harus menghilangkan inner child kita agar menjadi peribadi yang dewasa ? jawabanya adalah tidak. Menurut Yusa seorang Theraphy Innovation (2019) mengungkapkan bahwa penting bagi kita untuk tetap terhubung dengan bagian diri kita yang sensitif ini. Ketika kita terhubung dengan inner child kita, kita merasa bersemangat, penuh energi, dan terinspirasi oleh kehidupan. Ketika kita terputus, kita merasa lesu, bosan, tidak bahagia, dan kosong. Nah berarti inner child punya sisi positif tidak melulu negative loh
Kita semua memiliki inner child berarti kita semua punya tugas untuk bersahabat dengan cara cukup sederhana; yang pertama kenali terlebih dahulu inner child apa yang dimiliki “perilaku apa yang berlebihan yang asalnya dari peristiwa masa lalu”, bagaimanapun inner child mu kamu harus menerima dengan ikhlas, setelah menerima kamu memaafkan apa pun peristiwa di masa lalu yang menjadi asal inner childmu, berkomunikasi dengan lembut bersama anak kecil di dalam dirimu dan jangan lupa untuk tetap mencintai inner childmu. Jika kamu melakukan ini, kamu merasa lega, penuh harapan dan bahagia untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya. Tidak semua orang mengetahui inner child itu apa, kamu mendapat pengetahuan melalui ini, semoga kamu juga serius untuk memahami dan bersahabat baik dengan inner childmu. Tidak hanya itu, jika kamu menemukan orang dewasa berperilaku seperti anak-anak kamu dapat memahami dengan pengetahuan ini yang kamu dapat atau mencoba merangkulnya, jika kamu menjadi orang tua kelak buat anak merasa aman dan terlindungi baik secara fisik maupun mental, dan orang tua yang memenuhi kebutuhan fisik, emosi dan psikologis anak agar innerchild terbentuk sehat. Ingat ya sobat, terima diri seutuhnya agar kita bahagia dan bersemangat menjalani kehidupan selanjutnya. Selamat menjalani hari harimu lebih bermakna
Rekomendasi bacaan untuk kamu : Kekerasan Verbal pada Anak Membunuh Mental, Ibu Selalu Mengatakan Kepadaku "Kamu Bodoh" !!!
DAFTAR PUSTAKA
Coach Yusa, Therapy Innovation, Sanggar Jiwa Bertumbuh & Akademik Pskoterapi, Konseling & Coaching. 25 Tanda Anda Memiliki “Inner Child” tang Terluka.
Firman, Jhon dan Ann Russell. 1994. Opening to the inner child recovering autenthic personality. Psychosynthesis Palo Alto; California
Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta : PRENADAMEDIA GROUP
Prabowo, Hendro. Tema- Tema Subkepribadian dalam Psikoterapi Transpersonal. Fakultas Psikologi Universitas Gumadarma, Jawa Barat.
Rueffler, M. 2006. Para Pemain dalam diri kita. Fakultas Psikologi Ubaya, Surabaya.
Comments
������
Semangat ya, teruslah berkarya!
Twenty Situmorang